KONSTIPASI BERFIKIR MILENIAL TERDIDIK DALAM PROBLEM SOLVING (Fenomena Klasik dilingkungan Terdidik)


Jamaluddin Arifin

Dosen Pendidikan Sosiologi 
Unismuh Makassar

Surplus demografi atau kelebihan sumber daya manusia yang dialami bangsa ini merupakan realitas yang sangat kompleks. Pada situasi tertentu keadaan itu  akan menjadi aset yang berharga bila didasarkan pada kualitas yang cukup, namun situasi yang lain akan menjadi beban bagi bangsa bila tidak memiliki kapasitas dan daya saing dalam kontestasi perebutan pasar kerja.

Dalam pandangan tertentu surplus sumber daya manusia bangsa ini kemudian dilegitimasi sebagai generasi milenial. Generasi milenial ini didalamnya juga terdapat generasi terdidik yang masih menunggu datangnya distribusi peluang kerja yang memungkinkan mereka ada didalamnya.

Para milenial terdidik ini yang masih menunggu hadirnya peluang kerja kemudian menyibukkan dirinya dengan berbagai hal demi mempertahankan identitas. Terkadang potensi para milenial terdidik memaksakan diri untuk ikut melibatkan diri pada hal memicu konflik (problem) baik itu yang bersifat in group maupun out group.

Kehadiran para milenial terdidik ini hendaknya menjadi lokomotif perubahan bangsa kearah yang lebih baik akan tetapi mangkrak pada situasi  keterbatasan panggung sosial dalam mengaktualisasikan segenap potensinya.

Panggung sosial yang hanya ukuran kolam ikan berimplikasi pada mangkraknya potensi diri, Klimaks dari situasi ini akan mengalami konstipasi berfikir. Milenial terdidik yang mengalami konstipasi berfikir berimplikasi pada banyak hal mulai dari ketidak mampuan melihat puluang masa depan karena eksistensinya selalu ingin membawa masa lalunya beriringan dengan masa depannya serta dalam menyelesaikan persoalan dikendalikan oleh arogansi dibawah payung loyalitas subyektif. Akal sehat tidak bisa diaktifkan karena dikendalikan oleh doktrin feodalisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages