Kaharuddin
Dosen pendidikan sosiologi
Unismuh Makassar
Pergolakan politik sepanjang sejarah Indonesia dari tahun 1955 sampai saat ini telah mengukir kisa tersendiri. Sepanjang sejarah tersebut tidak perna terdengar penglibatan orang gila dalam DPT. Namun pemaknaan kemajuan politik kadang mengalami pasan surut karna tergantung dari kemampuan opini penguasa dalam mencitrakan sistem pemilihan dan sistem perpolitikan. Maka dari itu lahir pertanyaan terkait pergolakan politik yang di hadapi tahun 2019, apakah orang Gila ikut memilih: suatu kemajuan atau kesalahan berpikir.
Untuk mengulas pertanyaan tersebut maka kita harus mengenal makna dari diksi, kata Gila. Menurut William Hogarth, orang gila merupakan individu yang memiliki gangguan jiwa. Sementara istila Gila dalam bahasa inggris disebut insanity atau madness yang berarti orang sakit jiwa yang parah. Ini artinya bahwa, orang gila merupakan orang yang tidak waras karena kesadarannya tidak stabil dan tidak terkontrol oleh otaknya sehingga tidak bisa berpikir positif.
Ini suatu bentuk kesalahan berpikir kalau mengacu pada makna di atas yang dihubunkan dengan mementung proses politik dalam bingkai pemilihan. Dimana proses politik sebagai jalan mencari pemimpin yang mampuh berpikir pengembangan suatu bangsa dan daera sangat ditentukan oleh pemahaman dan pengetahuan masyarakat sebagai peserta pemilih tentang kompotensi setiap calon.
Terus lahir pertanyaan bagaimana cara orang gila memahami dan mengerti kompetensi setiap calon atau kandidat kalau secara kesehatan telah diponis bahwa orang gila merupakan orang yang memiliki gangguan jiwa dan berpikir. Artinya tidak memiliki kewarasan dalam berperilaku, bahkan tidak bisa berpikir positif. Terus bagaimana bisa mereka membedakan bahwa kandidat lengislatif dan calon presiden layak untuk mewakili stakeholders masyarakat, sementara mereka tidak memahami yang dimaksud dengan layak atau kapasitas untuk setiap kandidat. Apakah terjadi ketidak warasan dalam memaknai demokrasi kontes pemilihan sehingga timbul kesalahan berpikir.
Proses politik 2019 yang melibatkan orang gila dalam memilih merupakan bentuk sejarah baru yang tidak waras sehingga lahir kesalahan berpikir yang mencerminkan kemunduran proses demokrasi politik indonesia masakin. Dikatakan demikian karena tujuan pemilihan umum adalah mencari pemimpin yang memiliki kompetensi, integritas, dan lidersip yang memiliki visi misi untuk pengembangan disetiap sektor daera. Sementara orang gila tidak paham dan tidak mengerti dari tujuan pemilihan umum tersebut.
Keikut sertaan orang gila dalam memilih merupakan suatu kemunduran demokrasi karena bertentangan arti politik. Politik pada dasarnya adalah jalan untuk mengatur dan menata kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Terus bagaimana caranya orang gila mengetahui atau memahami bahwa setiap kandidat dapat dipercaya untuk mengatur dan menata kepentingan-kepentingan masyarakat ketika dirinya sendiri tidak mampuh berpikir positif karna ketidak warasan. Kita berpikir positif saja, semoga perilaku ini bukan "Drama Turki politik 2019" dalam istila ilmu sosiologi.
Conclusion: bahwa melibatkan orang gila dalam memilih bukan suatu kemajuan demokrasi politik indonesia, tapi suatu kemunduran yang melahirkan kesalahan berpikir. Kita positive thinking semoga perilaku ini bukan "Teori Drama Turki Politik 2019 dalam istilah sosiologi" tetapi masi dalam rana teori awareness of action.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar