KAHARUDDIN
Dosen Pendidikan Sosiologi
Unismuh Makassar
Unismuh Makassar
Sebelum membahas lebih jauh terkait makna dari revolusi industri 4.0 kita mesti mendalami kesejarahan revolusi industri tersebut. Tujuan revolusi industri setiap zama memiliki doktrinisasi yang berbeda. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, akan dijabarkan nilai dan doktrinisasi revolusi industri 1.0 sampai pada revolusi industri 4.0.
Doktrinisasi Revolusi Industri 1.0
Istilah revolusi Industri sudah lama terdengar di negara Indonesia. Kata itu mulai dikomandakang pada abat ke 18, tepatnya pada Tahun 1784, inilah awal Negara maju melancarkan doktrinisasi di Indonesia melalui revolusi industri 1.0 dengan asumsi pemikiran penghasilan massal melalui teknologi.
Doktrinisasi penghasilan massal secara ekonomi bagi negara Indonesia merupakan tujuan utamanya, sehingga semua alat tradisional diganti menjadi mesin teknologi. Namun tidak disadari unsur dari doktrin tersebut hanya semata-mata menjadikan Indonesia sebagai pasar asing. Dalam melancarkan doktrinisasi tersebut, mereka dibangung melalui pikiran-pikiran akademik, lewat pendidikan formal dan kebijakan pemerintah dalam pusaran politik, sehingga doktrin tersebut diterima dan berjalan mulus di Indonesia.
Doktrin pada revolusi industri 1.0 dari Negara maju atau negara sedang berkembang lebih berorientasi pada menjadikan Indonesia sebagai pasar teknologi pertanian pada masa itu. Selain dari tujuan itu, Indonesia pun dijadikan sebagai alat pengguna saja, tidak sedikit pun diberikan kesempatan sebagai Negara pencipta Teknologi. Nilai keuntungan Indonesia dari doktrin revolusi industri hanya sekedar penghargaan sebagai Negara suasembada beras terbaik dari beberapa Negara, seperti Thailand, Malaysia dan beberapa Negara yang memang masi berada pada posisi jajahan Teknologi industri dari Negara maju. Namun doktrinisasi Negara maju, tidak berhenti sampai disitu, akan tetapi terus berlanjut sampai pada doktrinisasi 2.0.
Doktrinisasi Revolusi Industri 2.0
Hasil analisis Ilmu Sosiologi terkait doktrinisasi revolusi industri 1.0 dari Negara maju yang berjalan dalam pesona ketidak sadaran bangsa Indonesia dan berjalan begitu mulus yang dibarengi pikiran ketidak puasan Negara maju, maka berlanjutlah doktrin revolusi industri ke 2.0. Doktrin revolusi industri mulai bangkit kembali pada abat ke-20 yang tetap dimotori oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, yang tepatnya pada tahun 1870.
Revolusi industri 2.0 lebih pada doktrin pertunjukan penggunaan massal Teknologi dengan sistem pembagian kerja yang merata sehingga menghasilakan produksi yang berlimpa. Lewat pertunjukan itu negara mulai tergoda untuk mendapat alat-alat teknologi tersebut seperti mesin pemotong hewan dan teknologi pertanian dll yang dampaknya pada pengurangan lapangan kerja, akhirnya lahir pengangguran.
Tujuan doktrin yang lahir pada revolusi industri 1.0 sama dengan tujuan doktrin revolusi industri 2.0. Kesamaannya terletak pada doktrin Indonesia sebagai alat pasar dan sebagai pengguna, bukan pencipta Teknologi. Hasil dari doktrinisasi itulah, sehingga Indonesia lebih berpikir pada pemikiran instanisasi yang arahnya sebagai objek pasar dari Negara maju maupun Negara berkembang. Seharusnya Indonesia memperdayakan SDM untuk menangkap kebutuhan Teknologi masa depang bukan ketergantungan pada Teknologi terbaruhkan dari asing.
Strategi dalam memuluskan doktrin negara maju di Indonesian melalui teori persaingan antar negara dengan konsep percepatan pembangunan. Wacana doktrin Negara maju bahwa untuk mencapai percepatan pembangunan maka diperlukan sistem yang canggi berupa teknologi. Pernyataan tersebut seharusnya dijadikan sebagai peluang bagi anak Indonesia untuk dilatih dan diwadahi memproduksi sendiri teknologi. Tapi kenyataannya Indonesia masih tetap berada dalam pusaran doktrin pasar Negara maju dan kehilangan kesadar kalau anak bangsa sudah dapat berkarya mandiri dalam menciptakan teknologi tepat guna.
Doktrinisasi Revolusi industri 3.0
Gerakan doktrinisasi Revolusi industri 1.0 dan 2.0 mengalami perbedaan dengan gerakan doktrinisasi revolusi industri 3.0. Gerakan revolusi industri yang kemunculannya pada awal Tahun 1970 dominan pada gerakan doktrinisasi pengunaan komputer dan teknologi informasi.
Doktrinisasi revolusi industri 3.0 lebih mengedepankan komputerisasi sebagai alat pengganti manusia dalam mengendalikan berbagai sistem secara otomatis. Sistem tersebut yang dimaksud dengan pengontrolan logikan terprogram karena sistem otomatisasi melalui komputer membuat mesin industri tidak lagi di kendalikan oleh manusia, dampaknya secara biaya murah namun pengangguran yang membeludak, dan persoalan ini akan tetap menjadi tanggung jawab Negara.
Fenomena revolusi industri 3.0 yang bertujaun untuk kemajuan dan percepatan pengembangan industri masih tetap menimbulkan tumbal ditengah kehidupan masyarakat sosial. Tumbal revolusi industri terjadi dikalangan pekerja karena mereka tergantikan oleh sistem otomatisasi lewat komputer. Kalau dilihat data dari BPPT Teknologi Indonesia 92% berbau Asing, ini artinya Indonesia selama ini telah mengalami ketidak sadaran akibat bius dotrinisasi modernisasi. Seharusnya hal itu dijadikan peluang bagi Indonesia untuk memproduksi sistem komputerisasi otomatis dengan memanfaatkan SDM melalui pelatihan, sehingga Indonesia tidak dijadikan alat pasar dan pengguna prodak luar Negeri secara terus-menerus.
Seharusnya Indonesia sadar terkait doktrinisasi revolusi industri dari negara-negara maju, seperti apa yang dilakukan oleh Tiongkok, mereka menolak dan melakukan seleksi ketak terkait alat teknologi asal Amerika kerena mereka sadar kalau alat teknologi terdeteksi memiliki perekam data untuk kepentingan AS. Alat pengendali program barang impor diproduksi sendiri oleh anak bangsa. Bila dibandikan dengan Indonesia bukan penataan yang terjadi bahkan semakin para, coba dilihat didoktrin revolusi industri 4.0.
Doktrinisasi Revolusi Industri 4.0
Pemaknaan doktrinisasi revolusi industri 4.0 lebih para dari pada doktrinisasi revolusi industri 1.0, 2.0 dan 3.0. Paranya doktrinisasi revolusi industri 1.0 sampai 3.0 oleh negara maju bagi Indonesia hanya terletak pada dimensin pemanfaat penggunaan barang impor teknologi dengan doktrin modernisasi, kemajuan dan persaingan dalam pasar industri.
Dinamika doktrinisasi revolusi industri paling terpara dari negara maju seperti Cina terletak pada revolusi industri 4.0. Paranya doktrinisasi revolusi industri 4.0 terletak pada percepat laju ekonomi sehingga pembangunan lebih didominasi pada inprastruktur jalan yang dikelolah oleh swasta dan didalamnya mayoritas orang asing. Belum lagi pekerja-pekerjanya yang juga turut diimpor.
Kegilaan dari doktrinisasi revolusi indistri 4.0 terletak pada tidak terciptanya sistem simbiosis mutualisme yang benar antara negara Indonesia dengan negara kerjasama seperti Cina misalnya. Hal ini sangat kelihatan dalam aspek pemenuhan perangkat inprastruktur menghampiri kurang lebih 80% bersumber dari impor. Konsep impor tersebut tidak hanya berupa perangkat barang akan tetapi diikutsertakan tenaga SDM-nya dari negara tersebut dengan dalil tenaga ahli dan profesional. Fenomena tersebutlah sehingga lahir analogi matinya simbiosis mutualisme dan ketidak berpihakan pemerintah terhadap peluang kerja buru lokal, karena tergantikannya tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja impor. Polemik mulai bermunculan dari kalangan buru lokal dari akibat hak peluan kerja terisi oleh tenaga impor.
Dapat disimpulkan: Kalau dilihat secara menyeluruh doktrinisasi dari revolusi industri 1.0 sampai pada doktrinisasi revolusi industri 4.0 tidak perna menyentuh pada aspek pengembangan SDM Indonesia, semuanya hanya melancarkan misi perdagangan teknologi. Seharusnya doktrin ini dijadikan sebagai peluang untuk memproduksi sendiri alat teknologi dengan memanfaatkan SDM Indonesia dan SDM asing untuk melati anak Indonesia dalam menciptakan teknologi berbasis kebutuhan kemajuan negara, bukan berbasis impor.
Pada prinsipnya dipahami secara suptantif bahwa untuk mencapai suatu perubahan secara cepat dalam suatu negara maka perubahan tersebut harus dibarengi dengan perubahan peningkatan SDM, bukan sekedar fisik/inprastruktur negara yang dipoles lewat pengetahuan asing dan perangkat asing. Persiapan menuju perubahan tidak bisa dipisahkan dengan kesiapan kapasitas SDM sebagai cadangan dalam menghadapi pertarung ide dan gesekan konsep terdahap negara maju dalam pengembangan industri teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar